TIMESINDONESIA, MALANG – PANCASILA Secara etimologis, istilah “Pancasila” berasal dari bahasa Sanskerta dari India (Bahasa Kasta Bahmana), sedangkan bahasa masyarakat umum adalah Prakerta. Menurut Muhammad Yamin, kata “Pancasila” dalam bahasa Sansekerta memiliki dua macam arti secara leksikal, yaitu “panca” yang berarti “lima” dan “syila” vokal pendek 1 yang berarti “batu sendi”, “dasar” atau “dasar”. Hal yang sama berlaku untuk arti kedua, yaitu “syiila”, vokal pendek i berarti “aturan perilaku yang baik, yang penting atau yang tidak senonoh”.
Istilah Pancasila sudah dikenal sejak zaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dimana sila-sila dalam Pancasila diterapkan dalam kehidupan masyarakat meskipun sila-sila tersebut tidak dirumuskan secara konkrit. Menurut kitab Sutasoma Karang Mpu Tantular, Pancasila berarti “batu karang lima sendi” atau “pelaksanaan lima moral”.
Iklan
Pancasila adalah isi dalam jiwa bangsa Indonesia yang telah dibungkam secara turun-temurun oleh budaya Barat. Dengan demikian, pancasila tidak hanya menjadi falsafah negara, tetapi lebih luas lagi yaitu falsafah bangsa Indonesia.
Perjuangan untuk membebaskan Indonesia dari penjajahan telah melalui tahapan dan usaha yang panjang namun matang. Selain perjuangan fisik, bangsa Indonesia terus berhasil meletakkan dasar kemerdekaan dengan merumuskan dasar dan ideologi negara melalui persiapan para pemimpin bangsa.
INFORMASI TENTANG UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id
Jika kita perhatikan sejarah Pancasila, tidak hanya dirumuskan oleh para pemimpin bangsa. Namun, ada juga tokoh-tokoh nasional berwatak Ulama yang turut andil dalam perumusannya, antara lain tokoh Nahdlatul Ulama sekaliber KH. Wahid Hasyim dan kelompok lain seperti Muhammadiyah.
Keberadaan para ulama tersebut tentu mempengaruhi bentuk rumusan Pancasila Islam, Pancasila yang secara praktis mencerminkan rahmat ajaran Islam lil’alamin. Bukan berarti Pancasila tidak memiliki nilai-nilai Islam. Selain itu, Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara sebenarnya memiliki keselarasan dengan ajaran Islam sebagai agama mayoritas penduduk bangsa Indonesia.
Pancasila telah mampu menopang dan mengakomodir perbedaan suku, ras dan agama di Indonesia. Secara harafiah, reformasi berarti suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk kembali ke bentuk atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan oleh masyarakat.
Pancasila sebagai sumber nilai bersifat pembaharuan, artinya memiliki aspek implementasi yang selalu dapat menyesuaikan dengan aspirasi masyarakat. Dengan mengantisipasi perkembangan zaman yaitu dengan menata kembali kebijakan yang tidak sejalan dengan aspirasi rakyat.
Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan mengarahkan masyarakat. Pancasila tidak sepopuler dulu. Elit politik dan masyarakat terkesan acuh tak acuh dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Alasan utamanya sudah sangat kita ketahui, karena rezim Orde Lama dan Orde Baru memposisikan Pancasila sebagai instrumen kekuasaan yang otoriter.
Secara ontologis, kesatuan Pancasila Pancasila sebagai sistem yang hierarkis dan berbentuk piramida adalah sebagai berikut: bahwa Tuhan pada hakekatnya ada karena dirinya, Tuhan sebagai Causa Prima. Oleh karena itu, segala sesuatu yang ada, termasuk manusia, ada karena Tuhan menciptakannya atau karena manusia ada sebagai akibat dari keberadaan Tuhan (sila pertama).
INFORMASI TENTANG UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id
Adapun rakyat adalah subyek pendukung utama negara, karena negara adalah lembaga kemanusiaan, negara adalah komunitas hidup berdampingan yang beranggotakan rakyat (sila kedua).
Dengan demikian, negara adalah hasil dari adanya persatuan rakyat (sila ketiga).
Dengan demikian membentuk persekutuan hidup berdampingan yang disebut rakyat. Dengan demikian, rakyat pada dasarnya adalah bagian dari negara di samping wilayah dan pemerintah. Rakyat adalah totalitas individu-individu dalam satu kesatuan negara (Sila Keempat).
Keadilan adalah keadilan dalam hidup berdampingan atau dengan kata lain keadilan sosial pada hakekatnya merupakan tujuan dari lembaga hidup berdampingan yang disebut negara (Sila Kelima).
Pancasila sebagai dasar falsafah negara dan falsafah hidup bangsa Indonesia pada hakekatnya merupakan nilai yang bersistem, mendasar dan menyeluruh. Sila-sila Pancasila dengan demikian merupakan satu kesatuan yang utuh, hierarkis dan sistematis. Dalam pengertian nilai inilah sila-sila Pancasila membentuk sistem filsafat. Oleh karena itu, panca sila tidak terpisah dan memiliki maknanya sendiri-sendiri, tetapi memiliki esensi dan makna yang utuh.
Gagasan filosofis dasar yang terkandung dalam setiap sila dijelaskan sebagai berikut. Pancasila sebagai falsafah bangsa dan negara Republik Indonesia mengandung makna yang harus dilandasi oleh nilai-nilai keutuhan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan dalam setiap aspek kehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara.
Filsafat negara didasarkan pada pandangan bahwa negara adalah persekutuan hidup manusia atau organisasi sosial yang merupakan masyarakat hukum.masyarakat hukum). Adapun negara buatan manusia didasarkan pada kodratnya bahwa manusia sebagai warga negara sebagai komunitas hidup secara kodrati terlokalisasi.
Nilai-nilai objektif Pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut: Rumusan sila-sila Pancasila itu sendiri sebenarnya merupakan hakikat makna yang paling dalam yang menunjukkan adanya sifat umum yang bersifat universal dan abstrak, karena merupakan nilai. Nilai-nilai inti Pancasila akan tetap ada dalam kehidupan bangsa Indonesia dan mungkin bangsa lain sepanjang zaman, baik dalam adat, budaya, kenegaraan maupun dalam kehidupan beragama. Menurut ilmu hukum, Pancasila yang dimuat dalam pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat sebagai asas dasar negara untuk menjadi sumber hukum positif di Indonesia.
INFORMASI TENTANG UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id
Oleh karena itu, dalam hirarki tatanan hukum Indonesia diposisikan sebagai tatanan hukum tertinggi. Jadi secara obyektif tidak dapat diubah secara hukum sehingga dikaitkan dengan kelangsungan hidup negara. Akibatnya, jika Nilai-Nilai Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 diubah, sama dengan Pembubaran Negara Proklamasi tahun 1945, hal ini sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/ 1966 , diperkuat oleh Tap. TIDAK. VIMPR/1973. yo. derek. TIDAK. IXMIPR/1978.
Nilai-nilai Pancasila yang bersumber dari akar budaya dan adat istiadat bangsa Indonesia sendiri merupakan pedoman hidup bangsa Indonesia yang kemudian dijadikan dasar negara yang disahkan secara resmi pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah kemerdekaan dari Indonesia. Secara khusus, nilai-nilai Pancasila tercermin dalam norma-norma seperti norma agama, kesusilaan, kesusilaan, adat istiadat, dan norma hukum. Dengan demikian, nilai-nilai individu Pancasila harus dimaknai sebagai cerminan kehidupan bangsa sehari-hari, yang tercermin dalam cara bersikap dan cara bertindak.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, Indonesia bersama Pancasila telah memberikan pedoman tentang hubungan antara agama dan negara secara umum. Artinya, baik secara eksplisit maupun implisit, Pancasila memang dirancang oleh Para pendiri menjawab segala persoalan dan persistensi agama-agama di Indonesia yang berkaitan dengan kebangsaan dan negara, baik kebutuhan masa lalu maupun masa kini dan masa depan.
Munculnya tuntutan konkretisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan bernegara telah menimbulkan perdebatan yang belum selesai tentang hubungan antara agama dan negara. Banyak pendapat yang dikeluarkan oleh para ahli tentang bagaimana menempatkan agama dalam kehidupan bernegara. Hampir setiap tahapan sejarah bangsa selalu muncul masalah ini.
INFORMASI TENTANG UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id
**) Ikuti berita terbaru WAKTU Indonesia di dalam berita Google Klik link ini dan jangan lupa follow.